Mungkin sedikit terlambat, ku temukan buku itu di antara jajaran buku-buku yang tertata rapi di rak perpustakaan Kota Malang. Apa karena sudah sekian lama aku tak berada di rak-rak sebelah kanan. Selama ini aku terlalu sombong untuk membaca sebuah buku tebal namun ringan bernama novel meskipun tetap saja bukan teenlit. Mm... kalau di ingat-ingat terakhir aku baca novel, ya 2 tahun lalu, setelah kembali dari Surabaya dan memilih untuk mengadu nasib di Malang.
Back to the novel.
Di awal-awal halaman, saya sudah terhentak dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penulis yang ditujukan buat orang-orang yang gemar berkomentar mengenai orang lain terutama tentang perawan tua. "for them. i only have one question: are you happy with your marriage life?". deggg. Novel ini ia persembahkan untuk siapa saja yang menikmati proses pencarian dalam hidup. Berarti aku salah satu dari sekian banyak target pembaca novel ini. Interesting...
Novel ini bercerita tentang seorang gadis berumur 30an yang masih single dengan upaya nya dalam pencarian cinta dan pendamping hidup, bernama Flo. Secara pribadi , Flo seperti perempuan normal kebanyakan. Namun, ada ketakutan dalam dirinya saat berbicara mengenai cinta dan pria. Apalagi Flo memiliki sahabat-sahabat yang juga complicated banget mengenai cinta. Dina, sang petualang cinta hanya karena ingin membalas kelakuan suaminya. Kika, yang belum pernah pacaran atau mencintai sekalipun. Gerry, lelaki tampan dan menarik yang ternyata seorang gay tangguh.
Akhirnya sang mama yang melakukan gencatan senjata. Menjodohkan sang putri dengan laki-laki, anak teman arisannya, bernama Vadin yang kemudian menjadi suaminya. Mereka akhirnya menikah dengan syarat tidur di kamar terpisah. Vadin menyetujuinya dan alhasil semua proses itu terjadi. Proses Vadin bersabar menanti sang istri untuk benar-benar siap menjadi seorang istri yang mencintai dan dicintai. Proses dimana Flo mulai mencintai Vadin sebagai seorang suami dan seorang laki-laki, dan melupakan masa lalu pahitnya dengan Gilang dan membuang jauh-jauh cemas nya akan masa lalu sang mama yang di tinggal selingkuh papa.
Ada dialog-dialog yang aku suka dalam novel ini seperti saat Flo ngobrol dengan teman-temannya. Saat Flo merencanakan kegilaan pada suami nya hanya karena dia ingin ngelihat apakah Vadin cemburu. Saat-saat Flo gundah dengan apa yang ada dalam dirinya. Saat-saat dia curhat dengan ibunya dan yang paling mencengangkan adalah saat-saat terbodoh yang dilakukan Flo dalam hidupnya di pesta topeng akhir tahun.
Benar-benar novel yang menarik. Ada beberapa bagian yang aku merasa, "aku banget" dan ada juga bagian-bagian yang aku turut menyalahkan sikap Flo yang terlalu antipati pada Vadin.
Review dialog saat makan malam perjodohan (hal. 18) :
"elo marah sama nyokap lo dan nyokap gue?" tanya Vadin sambil mengamati wajahku.
Kutelengkan kepalaku ke kiri dan menatapnya sesaat, "marah?" tanyaku lebih kepada diriku sendiri. "mungkin".
"mungkin?" ulang Vadin dengan kening berkerut.
"Elo sendiri?" sahutku balas bertanya, berusaha agar tidak perlu memperjelas jawaban yang aku sendiri tidak tahu dengan pasti jawabannya.
"Nggak" Vadin menjawab tenang sambil membakar rokoknya.
"Aneh", ejekku sinis. "mereka jodohin kita"
"Dan gue harus marah karena dijodohin?" tanya Vadin malas. "emang apa salahnya dijodohin?"
"salah!" jawabku tegas. "itu sama aja dengan merampas hak kita untuk memilih"
"o, ya?" ejek Vadin sambil mengangkat satu alisnya. "kalau begitu kenapa elo ngebiarin nyokap lo sampai ngenalin kita?". Vadin tersenyum puas ketika melihatku termangu untuk beberapa saat. "tenang aja Flo. Ini bukan tawaran antara hidup ato mati".
"mungkin nggak buat elo, karena elo nggak punya kantong rahim!".
Vadin terbelalak terkejut mendengar jawabanku. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub dia berkata, " i like you".
Aku tercekat. Lalu dia mendekat dan berbisik, "Like, Honey, bukan love".
Di awal-awal halaman, saya sudah terhentak dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penulis yang ditujukan buat orang-orang yang gemar berkomentar mengenai orang lain terutama tentang perawan tua. "for them. i only have one question: are you happy with your marriage life?". deggg. Novel ini ia persembahkan untuk siapa saja yang menikmati proses pencarian dalam hidup. Berarti aku salah satu dari sekian banyak target pembaca novel ini. Interesting...
Novel ini bercerita tentang seorang gadis berumur 30an yang masih single dengan upaya nya dalam pencarian cinta dan pendamping hidup, bernama Flo. Secara pribadi , Flo seperti perempuan normal kebanyakan. Namun, ada ketakutan dalam dirinya saat berbicara mengenai cinta dan pria. Apalagi Flo memiliki sahabat-sahabat yang juga complicated banget mengenai cinta. Dina, sang petualang cinta hanya karena ingin membalas kelakuan suaminya. Kika, yang belum pernah pacaran atau mencintai sekalipun. Gerry, lelaki tampan dan menarik yang ternyata seorang gay tangguh.
Akhirnya sang mama yang melakukan gencatan senjata. Menjodohkan sang putri dengan laki-laki, anak teman arisannya, bernama Vadin yang kemudian menjadi suaminya. Mereka akhirnya menikah dengan syarat tidur di kamar terpisah. Vadin menyetujuinya dan alhasil semua proses itu terjadi. Proses Vadin bersabar menanti sang istri untuk benar-benar siap menjadi seorang istri yang mencintai dan dicintai. Proses dimana Flo mulai mencintai Vadin sebagai seorang suami dan seorang laki-laki, dan melupakan masa lalu pahitnya dengan Gilang dan membuang jauh-jauh cemas nya akan masa lalu sang mama yang di tinggal selingkuh papa.
Ada dialog-dialog yang aku suka dalam novel ini seperti saat Flo ngobrol dengan teman-temannya. Saat Flo merencanakan kegilaan pada suami nya hanya karena dia ingin ngelihat apakah Vadin cemburu. Saat-saat Flo gundah dengan apa yang ada dalam dirinya. Saat-saat dia curhat dengan ibunya dan yang paling mencengangkan adalah saat-saat terbodoh yang dilakukan Flo dalam hidupnya di pesta topeng akhir tahun.
Benar-benar novel yang menarik. Ada beberapa bagian yang aku merasa, "aku banget" dan ada juga bagian-bagian yang aku turut menyalahkan sikap Flo yang terlalu antipati pada Vadin.
Review dialog saat makan malam perjodohan (hal. 18) :
"elo marah sama nyokap lo dan nyokap gue?" tanya Vadin sambil mengamati wajahku.
Kutelengkan kepalaku ke kiri dan menatapnya sesaat, "marah?" tanyaku lebih kepada diriku sendiri. "mungkin".
"mungkin?" ulang Vadin dengan kening berkerut.
"Elo sendiri?" sahutku balas bertanya, berusaha agar tidak perlu memperjelas jawaban yang aku sendiri tidak tahu dengan pasti jawabannya.
"Nggak" Vadin menjawab tenang sambil membakar rokoknya.
"Aneh", ejekku sinis. "mereka jodohin kita"
"Dan gue harus marah karena dijodohin?" tanya Vadin malas. "emang apa salahnya dijodohin?"
"salah!" jawabku tegas. "itu sama aja dengan merampas hak kita untuk memilih"
"o, ya?" ejek Vadin sambil mengangkat satu alisnya. "kalau begitu kenapa elo ngebiarin nyokap lo sampai ngenalin kita?". Vadin tersenyum puas ketika melihatku termangu untuk beberapa saat. "tenang aja Flo. Ini bukan tawaran antara hidup ato mati".
"mungkin nggak buat elo, karena elo nggak punya kantong rahim!".
Vadin terbelalak terkejut mendengar jawabanku. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub dia berkata, " i like you".
Aku tercekat. Lalu dia mendekat dan berbisik, "Like, Honey, bukan love".
Review saat Vadin dan Flo
membahas tentang pernikahan (Hal.49).
"elo percaya cinta, Flo?"
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. "kadang-kadang
gue pikir cinta cuma slogan ciptaan Hollywood untuk bikin filmnya
laku."
Vadin menelengkan kepalanya sambil mengamati wajahku.
"Apa ini ada hubungannya sama Mr. Barbie yang waktu itu kite
ketemu?"
"Gilang?", tanyaku terkejut. "oh, nggak",
sanggahku cepat. "Gilang cuma membuktikan bahwa teori gue
benar".
"it's a hard break up?"
"Sebenarnya... it's a hard reality"
"..."
Vadin mengamati wajahku untuk sesaat. Tiba-tiba dia
mendongakkan kepalanya ke arah langit gelap yang membentang di atas
kami. "elo tau nggak kenapa langit malam gelap?".
Aku ikut mendongak untuk melihat langit yang berwarna
hitam kelam tanpa bintang. "kenapa?", tanyaku penasaran.
"kata kakek gue, Tuhan nyiptain waktu malam untuk
cinta"
"Kakek lo Kahlil Gibran?", tanyaku mencemooh.
"Bukan," tukasnya kalem. "Dia cuma orang
biasa yang percaya cinta"
"..."
"Apa kata kakek lo?"
"Katanya, langit malam yang gelap menciptakan
keheningan. Itu menyebabkan manusia merasa kesepian. Rasa kesepianlah
yang menggerakkan manusia untuk mencari cinta."
"Elo percaya sama teori the right person?"
tanya Vadin
"Mr. Right?, nggak"
"Kenapa?" tanya Vadin penasaran
"Karena gue ngerasa sebenarnya ita cuma mainin diri
kita sendiri lewat khayalan the right person"
"Kenapa?"
"Karena sebenarnya kita terlalu ahli untuk nemuin
the wrong person"
Vadin menganggukkan kepalanya. "Mungkin emang
sebaiknya kita bukan mencari orang yang tepat." koreksi Vadin
mantap. "Tapi mencari orang yang menyenangkan."
"kenapa?"
"Karena orang yang menyengangkan bisa bikin kita
ketawa"
Pesan dalam
novel -yang dicetak pertama kali di tahun 2006 ini- yang membuatku
terhentak salah satunya adalah pesan dari Kika untuk Flo, "
focus
on where you went to go, not on what you fear".
"Sekarang aku yakin kalau pilihanku
emang tepat, karena kamu selalu bisa bikin aku ketawa.". Kalimat
yang diucapkan Vadin untuk Flo disaat mereka memutuskan untuk menikah
itu yang membuatku turut tersentuh. ouwh....
So sweet...
Mungkin selama ini yang sering
didengungkan adalah anak adalah jiwa orang tuanya. Namun, di novel
ini, penulis juga ingin menekankan bahwa anak pun begitu menyayangi
kedua orangtuanya. Melihat Mamz dan Papz akur, memperhatikan Flo
dengan amat sangat, sehingga membuat Flo merasakan benar-benar
memiliki orang tua dan menjadi anak. Karena
bagiku ini adalah sebuah nyawa.
Pada pertengahan jalan, Flo akhirnya menemukan jawaban
atas pertanyaan terbesarnya selama ini.
Bahwa cinta adalah... Mamz dan Papz.
Dan Tuhan.
Dan hidup.
Dan diriku.
Dan Vadin.
Dan tawa.
Dan maaf.
Dan cinta itu sendiri.
Klimaks dalam cerita ini
adalah saat Flo dan Vadin bertengkar dalam acara pesta topeng di
malam tahun baru yang direncanakan Vadin dengan teman-teman Flo. Flo
meminta nasihat pada teman-temannya mengenai hubungannya dengan
Vadin.
"Kalau elo emang cinta sama dia, kenapa nggak elo
bilang aja sama dia?, selesaikan masalah lo berdua. Kalian manusia,
bukan jemuran. Jadi jangan digantung telalu lama. Mungkin saja Vadin
sebenarnya pingin ditanya. Dia pingin dengar elo bilang kalau elo
cemburu", terang Dina.
Dan inilah
situasi perdebatan yang berujung pertengkaran diantara Flo dan Vadin.
(pernah
nggak sih kamu ngalamin hal ini dengan pasangan.red)
"c'mon Flo, tanya aku", pinta Vadin sambil
memasukkan tangannya ke dalam saku celana panjangnya.
"tanya apa?"
"apa saja yang selama ini kamu pertanyakan di dalam
kepala kamu", jawab Vadin lembut. "Aku nggak tau apa yang
harus jelaskan kalau kamu nggak bertanya"
"aku sering bertanya," sanggahku cepat.
"Sangat sering, sayang", sahut Vadin tersenyum
geli. "tapi banyak hal penting yang tidak kamu tanyakan, tapi
kamu tuduhkan. Jangan buat kesimpulan sepihak, Flory. Itu nggak adil.
Kamu tau kenapa?", ujar Vadin memohon.
"Kenapa?"
"Karena aku punya hak untuk menjelaskannya",
jawab Vadin tegas. Kemudian dia menarik napas panjang dan
menghembuskannya ke arah langit, "I'm not you, Flory. Aku punya
hak untuk berbeda dengan kamu. Punya cara yang beda, punya sikap yang
beda, punya sudut pandang yang beda, bahkan punya alasan yang
berbeda. Aku cuma minta kamu menyisakan sedikit ruang di dalam diri
kamu untuk menerima itu".
"Kenapa kamu nggak pernah cerita soal Nadya?"
"Karena buatku itu nggak penting, itu cuma masa
lalu. Nggak lebih dari itu"
"Tapi Nadya sepertinya nggak berpikir seperti itu"
"Aku nggak peduli"
"Tapi aku peduli" tandasku.
"tapi dia udah nggak ada di dalam hidupku, bahkan
di dalam isi kepalaku lagi"
"kelakuan kamu mencurigakan, kamu nggak cerita
kalau dia mantan kamu. Kamu bertemu dia tanpa pernah cerita sama aku.
Kamu pikir aku bisa percaya begitu saja kalau itu smeua hanya urusan
kantor??"
"Kenapa kamu hanya diam kalau kamu curiga?",
sahut Vadin balas bertanya.
"Karena aku berharap kamu cerita", jawabku
geram. "seharusnya kita saling cerita."
"Dan seharusnya kita saling
bertanya kalau salah satu dari kita lupa
cerita", tukas Vadin cepat.
"Lupa??", pekikku jengkel."kamu bisa
bilang lupa untuk sesuatu sepenting ini??"
"karena menurutku ini nggak penting!", tukas
Vadin bingung.
"Nggak penting?"
Vadin menatapku dengan lekat, seolah mencari sebuah
jawaban. "Kamu cemburu sama Nadya, Flo?"
"Nggak"
"Kenapa kamu marah?"
"Karena aku istrimu"
"Kalau begitu aku juga berhak marah karena kamu
makan malam sama Gilang"
"Kamu cemburu", ujarku berharap.
"Aku cemburu, Flo, Bukan cuma sekadar marah".
Ujar Vadin bersungguh sungguh. "Apa boleh aku merasakan seperti
yang kamu rasakan?, dicemburui?"
"kamu pingin dicemburui?, Kenapa?"
"Karena aku bisa pura-pura merasa kalau aku
dicintai"
Tiba-tiba aku nelangsa mendengar jawaban Vadin.
"Apa kamu bahagia nikah sama aku, Flo?"
"Kamu sendiri?"
"Aku cinta sama kamu, apa itu cukup menjawab?"
"belum", jawabku datar.
Vadin mendesah putus asa mendengarnya. "Kenapa
begitu susah buat kamu untuk belajar mencintai?".
"belajar?, bukannya cinta datang begitu saja?
Mencintai tanpa tahu kenapa dan kapan?", tanyaku tersinggung.
"Jadi kamu perlu sebuah usaha untuk bisa mencintai aku?"
"Aku bahkan perlu usaha untuk bisa mencintai
diriku", Vadin ternyum dengan mata sedih sambil mengamatiku yang
terdiam karena mendengar jawabannya.
"Gimana caranya?", tanya Vadin sedih. "Gimana
caranya aku bisa bikin kamu bahagia kalau kamu nggak cinta sama aku?"
"..."
"aku...", Mulutku terbuka tapi suaraku
tertahan di tenggorokan.
Vadin tertawa dengan suara yang sumbang. "Kamu
bahkan nggak bisa percaya sama aku," ujarnya sambil
menghembuskan napas dengan suara yang keras.
"aku...", sekali lagi aku hanya bisa membuka
mulutku tanpa bisa mengeluarkan kata-kata yang berjubelan di dalam
kepalaku.
"jangan ngelakuin sesuatu dengan terpaksa, Flo, aku
nggak pernah maksa kamu untuk cinta sama aku, bukan itu yang aku
mau", ujar Vadin lembut sambil tersenyum, tapi matanya
menyorotkan lain.
Vadin terdiam beberapa saat untuk menungguku bicara,
tapi mulutku hanya bergerak-gerak tanpa suara. "selama ini kamu
selalu mencari kebahagiaan, kan? well, find it. Dengan cara kamu".
ujar Vadin sedih. "Selamat tinggal Flory"
( ** Aargh......so sad.
Sepertinya diriku pernah ngalami hal serupa meskipun kasusnya tak
sama. Ada banyak hal yang ingin ku keluarkan dari mulutku,
sampai-sampai ku tulis semuanya berharap aku bisa menyampaikannya
pada orang yang dimaksud. Tapi entah mengapa, saat orang tersebut ada
di depanku, mulut ini seolah terkunci rapat. Tak satupun kata yang
keluar. Seandainya ada kata yang keluarpun, itu tak ku rencanakan di
awal **curcol.red) (^,^) v
Flo baru
tersadar dari ketertegunannya mendengar kata-kata perpisahan dari
Vadin. Dia langsung berlari menuju parkiran mobil untuk menemui Vadin
dan mengatakan bahwa sebenarnya dia mencintai Vadin dan meminta Vadin
untuk tidak pergi meninggalkannya. Flo mengatakannya dengan berteriak
dan menggedor-gedor pintu mobil yang ternyata bukan milik Vadin.
Vadin hanya tersenyum melihat tingkah Flo sekaligus lega setelah
mengetahui isi hati Flo
sebenarnya.
"My tough lady", puji Vadin sambil tergelak.
"that's why i love you".
Vadin menuntunku berdansa. Kali ini dansanya tidak
sempurna. Gerakannya aneh dan membuatku merasa janggal untuk
mengikutinya. Tapi aku tidak peduli.
Karena aku tidak ingin Vadin menjadi sempurna.
Aku hanya ingin Vadin.
Dan cintanya.
"mukaku belepotan, ya?", bisikku pelan di
telinga Vadin.
"Sayang, aku pikir dari dulu muka kamu emang
belepotan".
Dia memang menyebalkan.
Mungkin karena itu aku cinta dia.
Hmm... sebenarnya, kenapa aku bisa cinta sama Vadin, ya?
Aaaaargh..... jangan mulai lagi, Flory!
Kalau mau bintang, tinggal bilang bintang.
Dan aku mau bintang.
2 pesan terakhir yang ingin
disampaikan penulis dalam novel ini :
You get married not to be
happy but to make each other happy. (Roy I. Smith)
Marriages maybe made in
heaven, but a lot of the details have to be worked out here on earth.
(Gloria Pitzer)
*** catatan kaki oblog-oblog *** well.. pernikahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tapi juga bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng, jalani saja tapi bukan berarti seperti arus air yang mengalir. Pernikahan adalah awal dari kehidupan barumu dengan seseorang yang juga baru. Ada saat-saat kamu rindu bertengkar dengannya, kangen saat dimarahi oleh pasanganmu, tapi tak jarang juga kamu merindukan saat-saat normal dengannya. hohoho....
Lantas, pertanyaanku di akhir sesi ini pada kalian yang berpasangan, "KAPAN TERAKHIR KALI ANDA TERTAWA BEBAS DENGAN PASANGAN ANDA?? " , (nah, lo!!!)
0 komentar:
Posting Komentar