Blog Archive

Sabtu, 24 September 2011

The day after read "Marriagable -- gue mau nikah asal..."

Mungkin sedikit terlambat, ku temukan buku itu di antara jajaran buku-buku yang tertata rapi di rak perpustakaan Kota Malang. Apa karena sudah sekian lama aku tak berada di rak-rak sebelah kanan. Selama ini aku terlalu sombong untuk membaca sebuah buku tebal namun ringan bernama novel meskipun tetap saja bukan teenlit. Mm... kalau di ingat-ingat terakhir aku baca novel, ya 2 tahun lalu, setelah kembali dari Surabaya dan memilih untuk mengadu nasib di Malang.

Back to the novel.


Di awal-awal halaman, saya sudah terhentak dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penulis yang  ditujukan buat orang-orang yang gemar berkomentar mengenai orang lain terutama tentang perawan tua. "for them. i only have one question: are you happy with your marriage life?". deggg. Novel ini ia persembahkan untuk siapa saja yang menikmati proses pencarian dalam hidup. Berarti aku salah satu dari sekian banyak target pembaca novel ini. Interesting...


Novel ini bercerita tentang seorang gadis berumur 30an yang masih single dengan upaya nya dalam pencarian cinta dan pendamping hidup, bernama Flo. Secara pribadi , Flo seperti perempuan normal kebanyakan. Namun, ada ketakutan dalam dirinya saat berbicara mengenai cinta dan pria. Apalagi Flo memiliki sahabat-sahabat yang juga complicated banget mengenai cinta. Dina, sang petualang cinta hanya karena ingin membalas kelakuan suaminya. Kika, yang belum pernah pacaran atau mencintai sekalipun. Gerry, lelaki tampan dan menarik yang ternyata seorang gay tangguh.


Akhirnya sang mama yang melakukan gencatan senjata. Menjodohkan sang putri dengan laki-laki, anak teman arisannya, bernama Vadin yang kemudian menjadi suaminya. Mereka akhirnya menikah dengan syarat tidur di kamar terpisah. Vadin menyetujuinya dan alhasil semua proses itu terjadi. Proses Vadin bersabar menanti sang istri  untuk benar-benar siap menjadi seorang istri yang mencintai dan dicintai. Proses dimana Flo mulai mencintai Vadin sebagai seorang suami dan seorang laki-laki, dan melupakan masa lalu pahitnya dengan Gilang dan membuang jauh-jauh cemas nya akan masa lalu sang mama yang di tinggal selingkuh papa.


Ada dialog-dialog yang aku suka dalam novel ini seperti saat Flo ngobrol dengan teman-temannya. Saat Flo merencanakan kegilaan pada suami nya hanya karena dia ingin ngelihat apakah Vadin cemburu. Saat-saat Flo gundah dengan apa yang ada dalam dirinya. Saat-saat dia curhat dengan ibunya dan yang paling mencengangkan adalah saat-saat terbodoh yang dilakukan Flo dalam hidupnya di pesta topeng akhir tahun.


Benar-benar novel yang menarik. Ada beberapa bagian yang aku merasa, "aku banget" dan ada juga bagian-bagian yang aku turut menyalahkan sikap Flo yang terlalu antipati pada Vadin.


Review dialog saat makan malam perjodohan (hal. 18) :
          "elo marah sama nyokap lo dan nyokap gue?" tanya Vadin sambil mengamati wajahku.
           Kutelengkan kepalaku ke kiri dan menatapnya sesaat, "marah?" tanyaku lebih kepada diriku sendiri. "mungkin".
           "mungkin?" ulang Vadin dengan kening berkerut.
           "Elo sendiri?" sahutku balas bertanya, berusaha agar tidak perlu memperjelas jawaban yang aku sendiri tidak tahu dengan pasti jawabannya.
           "Nggak" Vadin menjawab tenang sambil membakar rokoknya.
           "Aneh", ejekku sinis. "mereka jodohin kita"
           "Dan gue harus marah karena dijodohin?" tanya Vadin malas. "emang apa salahnya dijodohin?"
           "salah!" jawabku tegas. "itu sama aja dengan merampas hak kita untuk memilih"
           "o, ya?" ejek Vadin sambil mengangkat satu alisnya. "kalau begitu kenapa elo ngebiarin nyokap lo sampai ngenalin kita?". Vadin tersenyum puas ketika melihatku termangu untuk beberapa saat. "tenang aja Flo. Ini bukan tawaran antara hidup ato mati".
           "mungkin nggak buat elo, karena elo nggak punya kantong rahim!".
           Vadin terbelalak terkejut mendengar jawabanku. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub dia berkata, " i like you".
           Aku tercekat. Lalu dia mendekat dan berbisik, "Like, Honey, bukan love".



Review saat Vadin dan Flo membahas tentang pernikahan (Hal.49).
"elo percaya cinta, Flo?"
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. "kadang-kadang gue pikir cinta cuma slogan ciptaan Hollywood untuk bikin filmnya laku."
Vadin menelengkan kepalanya sambil mengamati wajahku. "Apa ini ada hubungannya sama Mr. Barbie yang waktu itu kite ketemu?"
"Gilang?", tanyaku terkejut. "oh, nggak", sanggahku cepat. "Gilang cuma membuktikan bahwa teori gue benar".
"it's a hard break up?"
"Sebenarnya... it's a hard reality"
"..."
Vadin mengamati wajahku untuk sesaat. Tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya ke arah langit gelap yang membentang di atas kami. "elo tau nggak kenapa langit malam gelap?".
Aku ikut mendongak untuk melihat langit yang berwarna hitam kelam tanpa bintang. "kenapa?", tanyaku penasaran.
"kata kakek gue, Tuhan nyiptain waktu malam untuk cinta"
"Kakek lo Kahlil Gibran?", tanyaku mencemooh.
"Bukan," tukasnya kalem. "Dia cuma orang biasa yang percaya cinta"
"..."
"Apa kata kakek lo?"
"Katanya, langit malam yang gelap menciptakan keheningan. Itu menyebabkan manusia merasa kesepian. Rasa kesepianlah yang menggerakkan manusia untuk mencari cinta."
"Elo percaya sama teori the right person?" tanya Vadin
"Mr. Right?, nggak"
"Kenapa?" tanya Vadin penasaran
"Karena gue ngerasa sebenarnya ita cuma mainin diri kita sendiri lewat khayalan the right person"
"Kenapa?"
"Karena sebenarnya kita terlalu ahli untuk nemuin the wrong person"
Vadin menganggukkan kepalanya. "Mungkin emang sebaiknya kita bukan mencari orang yang tepat." koreksi Vadin mantap. "Tapi mencari orang yang menyenangkan."
"kenapa?"
"Karena orang yang menyengangkan bisa bikin kita ketawa"
Pesan dalam novel -yang dicetak pertama kali di tahun 2006 ini- yang membuatku terhentak salah satunya adalah pesan dari Kika untuk Flo, " focus on where you went to go, not on what you fear".
"Sekarang aku yakin kalau pilihanku emang tepat, karena kamu selalu bisa bikin aku ketawa.". Kalimat yang diucapkan Vadin untuk Flo disaat mereka memutuskan untuk menikah itu yang membuatku turut tersentuh. ouwh.... So sweet...
Mungkin selama ini yang sering didengungkan adalah anak adalah jiwa orang tuanya. Namun, di novel ini, penulis juga ingin menekankan bahwa anak pun begitu menyayangi kedua orangtuanya. Melihat Mamz dan Papz akur, memperhatikan Flo dengan amat sangat, sehingga membuat Flo merasakan benar-benar memiliki orang tua dan menjadi anak. Karena bagiku ini adalah sebuah nyawa.
Pada pertengahan jalan, Flo akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaan terbesarnya selama ini.
Bahwa cinta adalah... Mamz dan Papz.
Dan Tuhan.
Dan hidup.
Dan diriku.
Dan Vadin.
Dan tawa.
Dan maaf.
Dan cinta itu sendiri.
Klimaks dalam cerita ini adalah saat Flo dan Vadin bertengkar dalam acara pesta topeng di malam tahun baru yang direncanakan Vadin dengan teman-teman Flo. Flo meminta nasihat pada teman-temannya mengenai hubungannya dengan Vadin.
"Kalau elo emang cinta sama dia, kenapa nggak elo bilang aja sama dia?, selesaikan masalah lo berdua. Kalian manusia, bukan jemuran. Jadi jangan digantung telalu lama. Mungkin saja Vadin sebenarnya pingin ditanya. Dia pingin dengar elo bilang kalau elo cemburu", terang Dina.
Dan inilah situasi perdebatan yang berujung pertengkaran diantara Flo dan Vadin. (pernah nggak sih kamu ngalamin hal ini dengan pasangan.red)
"c'mon Flo, tanya aku", pinta Vadin sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana panjangnya.
"tanya apa?"
"apa saja yang selama ini kamu pertanyakan di dalam kepala kamu", jawab Vadin lembut. "Aku nggak tau apa yang harus jelaskan kalau kamu nggak bertanya"
"aku sering bertanya," sanggahku cepat.
"Sangat sering, sayang", sahut Vadin tersenyum geli. "tapi banyak hal penting yang tidak kamu tanyakan, tapi kamu tuduhkan. Jangan buat kesimpulan sepihak, Flory. Itu nggak adil. Kamu tau kenapa?", ujar Vadin memohon.
"Kenapa?"
"Karena aku punya hak untuk menjelaskannya", jawab Vadin tegas. Kemudian dia menarik napas panjang dan menghembuskannya ke arah langit, "I'm not you, Flory. Aku punya hak untuk berbeda dengan kamu. Punya cara yang beda, punya sikap yang beda, punya sudut pandang yang beda, bahkan punya alasan yang berbeda. Aku cuma minta kamu menyisakan sedikit ruang di dalam diri kamu untuk menerima itu".
"Kenapa kamu nggak pernah cerita soal Nadya?"
"Karena buatku itu nggak penting, itu cuma masa lalu. Nggak lebih dari itu"
"Tapi Nadya sepertinya nggak berpikir seperti itu"
"Aku nggak peduli"
"Tapi aku peduli" tandasku.
"tapi dia udah nggak ada di dalam hidupku, bahkan di dalam isi kepalaku lagi"
"kelakuan kamu mencurigakan, kamu nggak cerita kalau dia mantan kamu. Kamu bertemu dia tanpa pernah cerita sama aku. Kamu pikir aku bisa percaya begitu saja kalau itu smeua hanya urusan kantor??"
"Kenapa kamu hanya diam kalau kamu curiga?", sahut Vadin balas bertanya.
"Karena aku berharap kamu cerita", jawabku geram. "seharusnya kita saling cerita."
"Dan seharusnya kita saling bertanya kalau salah satu dari kita lupa cerita", tukas Vadin cepat.
"Lupa??", pekikku jengkel."kamu bisa bilang lupa untuk sesuatu sepenting ini??"
"karena menurutku ini nggak penting!", tukas Vadin bingung.
"Nggak penting?"
Vadin menatapku dengan lekat, seolah mencari sebuah jawaban. "Kamu cemburu sama Nadya, Flo?"
"Nggak"
"Kenapa kamu marah?"
"Karena aku istrimu"
"Kalau begitu aku juga berhak marah karena kamu makan malam sama Gilang"
"Kamu cemburu", ujarku berharap.
"Aku cemburu, Flo, Bukan cuma sekadar marah". Ujar Vadin bersungguh sungguh. "Apa boleh aku merasakan seperti yang kamu rasakan?, dicemburui?"
"kamu pingin dicemburui?, Kenapa?"
"Karena aku bisa pura-pura merasa kalau aku dicintai"
Tiba-tiba aku nelangsa mendengar jawaban Vadin.
"Apa kamu bahagia nikah sama aku, Flo?"
"Kamu sendiri?"
"Aku cinta sama kamu, apa itu cukup menjawab?"
"belum", jawabku datar.
Vadin mendesah putus asa mendengarnya. "Kenapa begitu susah buat kamu untuk belajar mencintai?".
"belajar?, bukannya cinta datang begitu saja? Mencintai tanpa tahu kenapa dan kapan?", tanyaku tersinggung. "Jadi kamu perlu sebuah usaha untuk bisa mencintai aku?"
"Aku bahkan perlu usaha untuk bisa mencintai diriku", Vadin ternyum dengan mata sedih sambil mengamatiku yang terdiam karena mendengar jawabannya.
"Gimana caranya?", tanya Vadin sedih. "Gimana caranya aku bisa bikin kamu bahagia kalau kamu nggak cinta sama aku?"
"..."
"aku...", Mulutku terbuka tapi suaraku tertahan di tenggorokan.
Vadin tertawa dengan suara yang sumbang. "Kamu bahkan nggak bisa percaya sama aku," ujarnya sambil menghembuskan napas dengan suara yang keras.
"aku...", sekali lagi aku hanya bisa membuka mulutku tanpa bisa mengeluarkan kata-kata yang berjubelan di dalam kepalaku.
"jangan ngelakuin sesuatu dengan terpaksa, Flo, aku nggak pernah maksa kamu untuk cinta sama aku, bukan itu yang aku mau", ujar Vadin lembut sambil tersenyum, tapi matanya menyorotkan lain.
Vadin terdiam beberapa saat untuk menungguku bicara, tapi mulutku hanya bergerak-gerak tanpa suara. "selama ini kamu selalu mencari kebahagiaan, kan? well, find it. Dengan cara kamu". ujar Vadin sedih. "Selamat tinggal Flory"
( ** Aargh......so sad. Sepertinya diriku pernah ngalami hal serupa meskipun kasusnya tak sama. Ada banyak hal yang ingin ku keluarkan dari mulutku, sampai-sampai ku tulis semuanya berharap aku bisa menyampaikannya pada orang yang dimaksud. Tapi entah mengapa, saat orang tersebut ada di depanku, mulut ini seolah terkunci rapat. Tak satupun kata yang keluar. Seandainya ada kata yang keluarpun, itu tak ku rencanakan di awal **curcol.red) (^,^) v
Flo baru tersadar dari ketertegunannya mendengar kata-kata perpisahan dari Vadin. Dia langsung berlari menuju parkiran mobil untuk menemui Vadin dan mengatakan bahwa sebenarnya dia mencintai Vadin dan meminta Vadin untuk tidak pergi meninggalkannya. Flo mengatakannya dengan berteriak dan menggedor-gedor pintu mobil yang ternyata bukan milik Vadin. Vadin hanya tersenyum melihat tingkah Flo sekaligus lega setelah mengetahui isi hati Flo sebenarnya.
"My tough lady", puji Vadin sambil tergelak. "that's why i love you".
Vadin menuntunku berdansa. Kali ini dansanya tidak sempurna. Gerakannya aneh dan membuatku merasa janggal untuk mengikutinya. Tapi aku tidak peduli.
Karena aku tidak ingin Vadin menjadi sempurna.
Aku hanya ingin Vadin.
Dan cintanya.
"mukaku belepotan, ya?", bisikku pelan di telinga Vadin.
"Sayang, aku pikir dari dulu muka kamu emang belepotan".
Dia memang menyebalkan.
Mungkin karena itu aku cinta dia.
Hmm... sebenarnya, kenapa aku bisa cinta sama Vadin, ya?
Aaaaargh..... jangan mulai lagi, Flory!
Kalau mau bintang, tinggal bilang bintang.
Dan aku mau bintang.

2 pesan terakhir yang ingin disampaikan penulis dalam novel ini :
You get married not to be happy but to make each other happy. (Roy I. Smith)
Marriages maybe made in heaven, but a lot of the details have to be worked out here on earth. (Gloria Pitzer)

*** catatan kaki oblog-oblog *** well.. pernikahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tapi juga bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng, jalani saja tapi bukan berarti seperti arus air yang mengalir. Pernikahan adalah awal dari kehidupan barumu dengan seseorang yang juga baru. Ada saat-saat kamu rindu bertengkar dengannya, kangen saat dimarahi oleh pasanganmu, tapi tak jarang juga kamu merindukan saat-saat normal dengannya. hohoho....
Lantas, pertanyaanku di akhir sesi ini pada kalian yang berpasangan, "KAPAN TERAKHIR KALI ANDA TERTAWA BEBAS DENGAN PASANGAN ANDA?? " , (nah, lo!!!)









          




0 komentar:

Posting Komentar

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...